Pilkada 2024

Inilah Pemicu Gerakan Coblos Semua Paslon Bergaung di Pilkada 2024, Apa Bedanya dengan Golput?

Fix Berita - Senin, 07 Oktober 2024 18:22 WIB
fixberita.com - Gerakan untuk mencoblos semua pasangan calon di surat suara mulai bergaung dan diklaim sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap manuver-manuver politik yang mencederai Pilkada 2024.

John Muhammad, salah satu penggagasnya, mengatakan gerakan ini ingin menawarkan pilihan lain bagi masyarakat yang merasa tidak terwakili oleh pasangan calon yang maju di daerahnya.

Caranya adalah dengan mengajak masyarakat untuk tetap datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan mencoblos semua pasangan calon (paslon).

"Ini penting karena kalau tidak datang dianggap golput. Kita tahu bahwa ada potensi surat suara yang tidak dicoblos itu disalahgunakan. Supaya itu tidak terjadi, coblos semuanya," kata John kepada BBC News Indonesia, Ahad (6/10/2024).

Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, gerakan ini ingin memposisikan diri sebagai "pilihan keempat" di antara tiga calon yang bersaing.

Celetukan-celetukan untuk mencoblos semua paslon telah muncul secara sporadis di media sosial. Setidaknya itu terlihat kalau Anda mencari kata kunci "coblos semua".

Beberapa di antaranya mengidentifikasi diri mereka sebagai pemilih di Pilkada DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Di Jakarta, Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) —yang menjalin kontrak politik dengan Anies Baswedan pada Pilkada DKI 2017—juga menggaungkan gerakan ini.

"Hak kami untuk menyuarakan aspirasi siapa pilihan kami itu tidak diberikan, kami dipaksa memilih di antara sosok-sosok yang bukan harapan kami," kata Eny Rochayati dari JRMK.

Tapi keinginan semacam itu tidak cuma datang dari pendukung Anies yang kecewa.

Beberapa warga Jakarta yang mengaku sebagai pemilih netral juga berencana mencoblos semua paslon tanpa tahu bahwa ada gerakan semacam ini.

Alasannya, tak ada satu pun calon yang dirasa merepresentasikan pilihan mereka. Mereka juga tak mau surat suara mereka disalahgunakan.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan sikap ini menunjukkan kekecewaan masyarakat terhadap proses pilkada, terutama partai politik.

Gerakan ini mengirim pesan perlawanan kepada para elite politik dan dapat melemahkan legitimasi kepala daerah yang terpilih.

Walau demikian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menganggap gerakan ini "tak bermakna" karena tidak mempengaruhi kemenangan salah satu calon.

Mengapa gerakan coblos semua paslon muncul?

Gerakan coblos semua paslon tak berasal dari ruang hampa. Menurut John, ini adalah akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap manuver-manuver politik jelang pilkada.

Pada Pilpres 2024, John juga mengampanyekan Salam 4 Jari sebagai gerakan yang melawan dinasti politik.

Gerakan ini telah menetapkan diri untuk memperjuangkan oposisi berkelanjutan, peran yang gagal dijalankan oleh partai politik saat ini.

Pada Pilkada 2024, gerakan ini menilai situasinya ternyata juga tidak baik-baik saja.

Dia menyinggung soal bagaimana partai-partai politik sempat berupaya mengakomodasi dinasti politik lewat upaya revisi Undang-Undang Pilkada yang akhirnya gagal berkat aksi protes masyarakat.

Di banyak daerah, koalisi gemuk mendominasi penentuan pasangan calon yang maju. Ini membuat pilihan masyarakat menjadi terbatas.

Bahkan di 41 daerah, hanya ada satu pasangan calon yang akan melawan kotak kosong. Ini adalah jumlah kotak kosong terbanyak sepanjang sejarah pilkada di Indonesia.

Figur yang dinilai potensial tak bisa maju karena kongkalikong partai politik.

Sementara itu, pasangan calon independen yang rekam jejaknya dipertanyakan dan diduga mencatut NIK milik warga ternyata bisa lolos verifikasi.

"Buat kami, fenomena itu memenuhi kesimpulan bahwa pilkada direkayasa sedemikian rupa dan penuh akal-akalan," kata John.

"Masyarakat digiring untuk memilih calon yang sudah dikondisikan, untuk melawan itu kami menawarkan aksi politik untuk mencoblos semua," sambungnya.

Aksi mencoblos semua calon menjadi jalan tengah bagi gerakan ini karena masyarakat tidak punya saluran penolakan lain.

Sistem elektoral di Indonesia hanya memungkinkan opsi kotak kosong hadir di daerah yang memiliki calon tunggal.

Di daerah yang memiliki calon lebih dari satu, opsi itu tak ada.

Kondisi ini juga yang memicu tiga advokat mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar ada kolom kosong dalam setiap surat suara yang dapat dihitung sebagai suara sah.

"Gerakan ini tidak perlu kami lakukan kalau sistem elektoral kita menyediakan kotak kosong," kata John.

Sejauh ini, John mengatakan gerakan ini memang lebih banyak digaungkan di Jakarta. Namun, mereka akan memperluas gerakan ini ke daerah-daerah lain.

"Kami ingin mengedukasi warga bahwa elektoral itu tidak sesederhana harus datang dan memilih salah satu, tapi bahwa Anda juga berhak meningkatkan nilai tawar masyarakat dengan memberi suara protes semacam ini," ujarnya.

Di daerah-daerah yang hanya punya satu pasangan calon, gerakan ini juga mengkampanyekan untuk memilih kotak kosong.

Apakah gerakan mencoblos semua paslon sama dengan golput?

Golput biasanya ditandai dengan tidak hadir ke TPS dan tidak memberikan hak suara kepada siapa pun.

Tapi, tindakan itu akan menyisakan surat suara yang tak terpakai, kata Khoirunnisa dari Perludem.

Sedangkan gerakan coblos semua berarti pemilih akan tetap datang ke TPS. Mereka kemudian akan memberikan pilihan untuk semua calon.

"Kalau mencoblos semua, kehadiran mereka akan tetap dihitung, tidak dianggap golput," kata Khoirunnisa.

Namun, surat suara semacam ini akan dinyatakan tidak sah.

Ini menjadi semacam siasat untuk mencegah agar surat suara tidak disalahgunakan untuk menambah suara salah satu pihak.

Apa dampak gerakan mencoblos semua paslon terhadap hasil pilkada?

Secara teknis, mencoblos semua pasangan calon tidak akan mempengaruhi kemenangan salah satu pasangan calon.

Kepala Divisi Teknis KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya, mengatakan kemenangan salah satu pasangan calon akan ditentukan berdasarkan surat suara yang sah.

Dia mencontohkan sebuah TPS berisi 100 warga. Dari jumlah itu, 50 orang memilih golput dan 50 orang lainnya hadir ke TPS.

Dari 50 orang yang hadir ke TPS, hanya ada 30 suara sah. Dody mengatakan kemenangan akan ditentukan oleh calon yang mendapat suara mayoritas dari 30 suara sah itu.

"Artinya gerakan golput atau gerakan coblos semua ini tidak punya makna dalam pemilu," kata Dody dilansir Detik.com.

John Muhammad selaku penggagas dan Eny Rochayati dari JMRK juga memahami hal itu. Menurutnya, tujuan dari gerakan ini bukan untuk menggagalkan pilkada atau menggagalkan kemenangan salah satu pasangan calon.

"Kami sadar bahwa menggerakkan warga untuk mencoblos semua, pasti akan tetap ada pemenangnya. Tapi paling tidak pemerintah tahu bahwa ketika dicurangi, masyarakat tidak diam saja," kata Eny.

Sementara itu, Khoirunnisa dari Perludem mengatakan gerakan ini adalah ekspresi politik masyarakat yang tak boleh diabaikan.

Walau tak mempengaruhi hasil pemilu, gerakan semacam ini dapat melemahkan melemahkan legitimasi kepala daerah yang terpilih.

"Ini juga menunjukkan bahwa publik mengawasi proses pemilu, tidak hanya duduk diam menerima proses politik yang terputus ini," kata Khoirunnisa.

Bolehkah mengampanyekan gerakan coblos semua paslon?

Secara aturan, Khoirunnisa mengatakan gerakan untuk mencoblos semua tak boleh dikriminalisasi karena merupakan ekspresi politik pemilih.

"Tindakan yang bisa dipidana itu kalau kampanyenya dilakukan dengan cara intimidasi atau menggunakan politik uang, tapi kalau bagian dari ekspresi politik, itu sah-sah saja," kata Khoirunnisa.

Gerakan ini justru menunjukkan sikap kritis masyarakat terhadap proses pemilu. Jadi menurut Khoirunnisa, gerakan ini tak boleh direduksi.

"Justru ekspresi politik ini harus didengar dan partai politik harus bisa membaca bahwa ada kekecewaan semacam ini di masyarakat," ujar dia.

Suara warga: 'Kami dipaksa memilih calon yang bukan harapan kami'

Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) menjadi salah satu kelompok masyarakat sipil yang menyuarakan gerakan coblos semua di Pilkada DKI Jakarta.

Eny Rochayati dari JRMK mengatakan seruan itu mereka gaungkan karena merasa "demokrasi sedang tidak baik-baik saja".

"Kami dipaksa untuk memilih sosok yang bukan harapan kami. Kami tidak mengenal mereka atau rekam jejak mereka, jadi kami putuskan untuk mencoblos semua," kata Eny.

JRMK punya jaringan di 31 kampung di Jakarta yang juga menggaungkan aksi politik ini.

Dia tak membantah bahwa salah satu faktornya adalah rasa kecewa lantaran Anies gagal maju.

Pada Pilkada 2017 lalu, JRMK meneken kontrak politik dengan Anies untuk menata kampung-kampung di Jakarta.

"Harapan kami, Pak Anies bisa ikut kontestasi tahun ini, tapi ternyata tidak bisa. Padahal masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan," ujarnya.

Dua warga Jakarta lainnya, Muhammad Idrus, 38, dan Meryam Zahida, 31, juga berencana untuk mencoblos semua calon.

Keduanya mengaku sebagai pemilih netral, bahkan tidak mengetahui ada gerakan untuk mencoblos semua. Mereka memilih mencoblos semua calon karena khawatir surat suara mereka disalahgunakan.

"Saya tidak merasa terwakili dan tidak percaya dengan pasangan calon yang ada. Enggak satu pun membuat saya kecantol. Tapi saya takut kertas suara saya disalahgunakan, jadi mending dicoblos semua," kata Meryam, warga Palmerah, Jakarta Barat.

Sementara itu, Idrus menganggap calon yang disodorkan lebih mewakili kepentingan partai politik, bukan aspirasi warga.

"Masyarakat tidak pernah ditanya kriteria apa yang mereka harapkan untuk pemimpin Jakarta lima tahun ke depan, yang ada dikasih kocok dadu para pemimpin partai yang maruk kekuasaan," tutur Idrus.

Dia mengaku keresahan yang sama juga dia diskusikan dan bahas bersama orang-orang terdekatnya yang merasa "hilang harapan" dalam pilkada kali ini.

"Jadi dengan mencoblos semua ini ikhtiar yang bisa saya lakukan sebagai pemilih kritis, supaya partai-partai itu sadar kalau mereka tidak benar-benar mewakili suara masyarakat," sambungnya.

Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, maju didampingi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Suswono. Keduanya didukung oleh belasan partai di Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang telah memenangkan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.

Kemudian ada mantan Menteri Sekretaris Negara, Pramono Anung, yang berpasangan dengan Rano Karno. Mereka diusung oleh PDI-Perjuangan, setelah putusan Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang batas partai politik untuk mencalonkan kepala daerah.

Keputusan PDIP mengusung Pramono-Rano Karno saat itu sekaligus menutup kans Anies Baswedan untuk kembali maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta.

Lalu ada pula pasangan calon independen Dharma Pongrekun – Kun Wardana yang sempat dituduh mencatut NIK warga untuk maju. Walau isu itu santer, KPU Jakarta Utara menetapkan bahwa 105.895 dukungan terhadap paslon ini "memenuhi syarat".

Source: bbc.com


Tag:

Berita Terkait

POLITIK

Ayo Ramaikan, KPU Pekanbaru Akan Adakan Jalan Sehat Menuju Kampanye Damai di Lapangan MPP

POLITIK

Saling Menjatuhkan Karena Kekuasaan

POLITIK

Calon Bupati Kuansing Ini Blusukan ke Rumah Sakit, Pastikan Pasien Dilayani dengan Baik dan Gratis

POLITIK

Oknum ASN Diduga Terlibat Politik, Bawaslu Lakukan Penelusuran

POLITIK

Gelar Unjuk Rasa, HMI Ingatkan ASN dan Penegak Hukum Netral di Pilkada